Sabtu, 13 Oktober 2012

DEBIT ALIRAN AIR SUNGAI


DEBIT ALIRAN AIR SUNGAI


Debit aliran adalah jumlah air yang mengalir dalam satuan volume per waktu. Debit adalah satuan besaran air yang keluar dari Daerah Aliran Sungai (DAS). Satuan debit yang digunakan adalah meter kubir per detik (m3/s). Debit aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu (Asdak,2002).
Dalam praktek, sering variasi kecepatan pada tampang lintang diabaikan, dan kecepatan aliran dianggap seragam di setiap titik pada tampang lintang yang besarnya sama dengan kecepatan rerataV, sehingga debit aliran adalah:
Q = AxV
Dengan :
Q =Debit Aliran (m3/s)
A = Luas Penampang (m2)
V = Kecepatan Aliran (m/s)
Metode penelitian meliputi pengukuran langsung di lapangan. Pengukuran langsung di lapangan meliputi pengukuran lebar, tinggi air, tinggi saluran drainase, sisi miring, dan diameter pada masing-masing saluran drainase dari yang berbentuk trapesium, persegi, dan lingkaran. Variabel yang diamati adalah debit air pada masing-masing saluran drainase.
Debit  air sungai merupakan tinggi permukaan  air sungai yang  terukur oleh alat ukur permukaan air sungai ( Mulyana, 2007).
 Debit adalah suatu koefesien yang menyatakan banyaknya air yang mengalir dari suatu sumber persatuan waktu, biasanya diukur dalam satuan liter per/detik, untuk memenuhi keutuhan air pengairan, debit air harus lebih cukup untuk disalurkan ke saluran yang telah disiapkan  (Dumiary, 1992). Pada dasarnya debit air yang dihasilkan oleh suatu sumber air ditentukan oleh beberapa faktor - faktor yaitu :
 1.Intensitas hujan 
 2.Penggundulan hutan
 3.Pengalihan hutan 
Pengukruan debit dapat dilakukan dengan berbagai macam cara yaitu (Arsyad,1989):
a.       Pengukuran volume air sungai
b.      Pengukuran debit dengan cara mengukur kecepatan aliran dan menentukan luas
      penampang melintang sungai
c.  Pengukuran dengan menggunakan bahan kimia yang dialirkan dalam sungai
d. Pengukuran debit dengan membuat bangunan pengukur debit. 
      Hidrograf aliran merupakan  perubahan karakterisitik yang berlangsung dalam suatu DAS oleh adanya  kegiatan  pengelolaan DAS dan adanya perubahan iklim lokal ( Asdak, 1995).  Aliran  sungai berasal dari hujan yang masuk kedalam alur  sungai berupa aliran permukaan dan aliran air dibawah permukaan,debit aliran sungai akan naik setelah terjadi hujan yang cukup ,  kemudian  yang   turun kembali setelah hujan selesai. Grafik yang menunjukan naik turunnya debit sungai menurut waktu disebut hidrograf, bentuk hidrograf  sungai tergantung dari sifat hujan dan sifat daerah aliran sungai ( Arsyad,2006).  Terdapat tiga kemungkinan perubahan debit sungai yaitu laju pertambahan air bawah tanah lebih kecil dari penurunan aliran  air bawah tanah normal, laju pertambahan air bawah tanah sama dengan laju penurunannya, sehingga debit aliran menjadi konstan untuk sementara, dan laju  pertambahan air bawah tanah melebihi laju penurunan normal, sehingga terjadi kenaikan permukaan air tanah dan debit sungai (Arsyad, 2006).
Perlu diingat bahwa distribusi kecepatan aliran di dalam aluran tidak sama arah horizontal maupun arah vertikal. Dengan kata lain kecepatan aliran pada tepi alur tidak sama dengan tengah alur, dan kecepatan aliran dekat permukaan air tidak sama dengan kecepatan pada dasar alur.
Distribusi Kecepatan Aliran:
A : teoritis
B : dasar saluran kasar dan banyak tumbuhan
C : gangguan permukaan (sampah)
D : aliran cepat, aliran turbulen pada dasar
E : aliran lambat, dasar saluran halus
F : dasar saluran kasar/berbatu

Debit air sungai adalah tinggi permukaan air sungai yang terukur oleh alat ukur pemukaan air sungai. Pengukurannya dilakukan tiap hari, atau dengan pengertian yang lain debit atau aliran sungai adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik (m3/dt).
Sungai dari satu atau beberapa aliran sumber air yang berada di ketinggian,umpamanya disebuah puncak bukit atau gunung yg tinggi, dimana air hujan sangat banyak jatuh di daerah itu, kemudian terkumpul dibagian yang cekung, lama kelamaan dikarenakan sudah terlalu penuh, akhirnya mengalir keluar melalui bagian bibir cekungan yang paling mudah tergerus air.
Selanjutnya air itu akan mengalir di atas permukaan tanah yang paling rendah, mungkin mula mula merata, namun karena ada bagian- bagian dipermukaan tanah yg tidak begitu keras, maka mudahlah terkikis, sehingga menjadi alur alur yang tercipta makin hari makin panjang, seiring dengan makin deras dan makin seringnya air mengalir di alur itu.
Semakin panjang dan semakin dalam, alur itu akan berbelok, atau bercabang, apabila air yang mengalir disitu terhalang oleh batu sebesar alur itu, atau batu yang banyak, demikian juga dgn sungai di bawah permukaan tanah, terjadi dari air yang mengalir dari atas, kemudian menemukan bagian-bagan yang dapat di tembus ke bawah permukaan tanah dan mengalir ke arah dataran rendah yg rendah.lama kelamaan sungai itu akan semakin lebar.

 

Faktor Penentu Debit Air

Debit air merupakan komponen yang penting dalam pengelolaan suatu DAS. Pelestarian hutan juga penting dalam rangka menjaga kestabilan debit air yang ada di DAS, karena hutan merupakan faktor utama dalam hal penyerapan air tanah serta dalam proses Evaporasi dan Transpirasi. Juga pengendali terjadinya longsor yang mengakibatkan permukaan sungai menjadi dangkal, jika terjadi pendangkalan maka debit air sungai akan ikut berkurang.
Selain menjaga pelestarian hutan, juga yang tidak kalah pentingnya yang sangat penting kita perhatikan yaitu tingkah laku manusia terhadap DAS, seperti pembuangan sampah sembarangan.
Hal-hal berikut ini adalah yang mempengaruhi debit air:

1. Intensitas hujan.
Karena curah hujan merupakan salah satu faktor utama yang memiliki komponen musiman yang dapat secara cepat mempengaruhi debit air, dan siklus tahunan dengan karakteristik musim hujan panjang (kemarau pendek), atau kemarau panjang (musim hujan pendek). Yang menyebabkan bertambahnya debit air.

2. Pengundulan Hutan
Fungsi utama hutan dalam kaitan dengan hidrologi adalah sebagai penahan tanah yang mempunyai kelerengan tinggi, sehingga air hujan yang jatuh di daerah tersebut tertahan dan meresap ke dalam tanah untuk selanjutnya akan menjadi air tanah. Air tanah di daerah hulu merupakan cadangan air bagi sumber air sungai. Oleh karena itu hutan yang terjaga dengan baik akan memberikan manfaat berupa ketersediaan sumber-sumber air pada musim kemarau. Sebaiknya hutan yang gundul akan menjadi malapetaka bagi penduduk di hulu maupun di hilir. Pada musim hujan, air hujan yang jatuh di atas lahan yang gundul akan menggerus tanah yang kemiringannya tinggi. Sebagian besar air hujan akan menjadi aliran permukaan dan sedikit sekali infiltrasinya. Akibatnya adalah terjadi tanah longsor dan atau banjir bandang yang membawa kandungan lumpur.

3. Pengalihan hutan menjadi lahan pertanian
Risiko penebangan hutan untuk dijadikan lahan pertanian sama besarnya dengan penggundulan hutan. Penurunan debit air sungai dapat terjadi akibat erosi. Selain akan meningkatnya kandungan zat padat tersuspensi (suspended solid) dalam air sungai sebagai akibat dari sedimentasi, juga akan diikuti oleh meningkatnya kesuburan air dengan meningkatnya kandungan hara dalam air sungai.Kebanyakan kawasan hutan yang diubah menjadi lahan pertanian mempunyai kemiringan diatas 25%, sehingga bila tidak memperhatikan faktor konservasi tanah, seperti pengaturan pola tanam, pembuatan teras dan lain-lain.

4. Intersepsi
Adalah proses ketika air hujan jatuh pada permukaan vegetasi diatas permukaan tanah, tertahan bebereapa saat, untuk diuapkan kembali(”hilang”) ke atmosfer atau diserap oleh vegetasi yang bersangkutan. Proses intersepsi terjadi selama berlangsungnya curah hujan dan setelah hujan berhenti. Setiap kali hujan jatuh di daerah bervegetasi, ada sebagian air yang tak pernah mencapai permukaan tanah dan dengan demikian, meskipun intersepsi dianggap bukan faktor penting dalam penentu faktor debit air, pengelola daerah aliran sungai harus tetap memperhitungkan besarnya intersepsi karena jumlah air yang hilang sebagai air intersepsi dapat mempengaruhi neraca air regional. Penggantian dari satu jenis vegetasi menjadi jenis vegetasi lain yang berbeda, sebagai contoh, dapat mempengaruhi hasil air di daerah tersebut.

5. Evaporasi dan Transpirasi
Evaporasi transpirasi juga merupakan salah satu komponen atau kelompok yang dapat menentukan besar kecilnya debit air di suatu kawasan DAS, mengapa dikatakan salah satu komponen penentu debit air, karena melalu kedua proses ini dapat membuat air baru, sebab kedua proses ini menguapkan air dari per mukan air, tanah dan permukaan daun, serta cabang tanaman sehingga membentuk uap air di udara dengan adanya uap air diudara maka akan terjadi hujan, dengan adanya hujan tadi maka debit air di DAS akan bertambah juga.


Debit aliran dapat dijadikan sebuah alat untuk memonitor dan mengevaluasi neraca air suatu kawasan melalui pendekatan potensi sumberdaya air permukaan

teori penurunan


BAB I
PENDAHULUAN
Land subsidence (penurunan tanah) adalah suatu fenomena alam yang banyak terjadi di kota-kota besar yang berdiri di atas lapisan sedimen, seperti Jakarta, Semarang, Bangkok, Shanghai, dan Tokyo. Dari studi penurunan tanah yang dilakukan selama ini, diidentifikasi ada beberapa faktor penyebab terjadinya penurunan tanah yaitu : pengambilan air tanah yang berlebihan, penurunan karena beban bangunan, penurunan karena adanya konsolidasi alamiah dari lapisan-lapisan tanah, serta penurunan karena gaya-gaya tektonik. Dari empat tipe penurunan tanah ini, penurunan akibat pengambilan air tanah yang berlebihan dipercaya sebagai salah satu tipe penurunan tanah yang dominan untuk kota-kota besar tersebut.
Karena data dan informasi tentang penurunan muka tanah akan sangat bermanfaat bagi aspek- aspek pembangunan seperti untuk perencanaan tata ruang (di atas maupun di bawah permukaan tanah), perencanaan pembangunan sarana/prasarana, pelestarian lingkungan, pengendalian dan pengambilan airtanah, pengendalian intrusi air laut, serta perlindungan masyarakat (linmas) dari dampak penurunan tanah (seperti terjadinya banjir); maka sudah sewajarnya bahwa informasi tentang karakteristik penurunan tanah ini perlu diketahui dengan sebaik-baiknya dan kalau bisa sedini mungkin. Dengan kata lain fenomena penurunan tanah perlu dipelajari dan dipantau secara berkesinambungan.
Pada lempung jenuh jika mengalami pembebanan maka tekanan air pori akan bertambah bertahap. Tetapi untuk pasir yang mempunyai permeabilitas besar maka beban mengakibatkan naiknya tekanan air pori cepat selesai. Air pori yang berpindah menyebabkan butiran tanah mengisinya akhirnya terjadi penurunan.Penurunan akibat elastisitas tanah dan konsolidasi terjadi bersamaan.
Kompresibelitas lempung jenuh dengan bertambahnya tekanan, elastik settlement terjaadi secara cepat. Disebabkan koefisien pemeabilitas lempung yang kecil dari pasir maka peningkatan tekanan air pori secara perlahan dan keluarnya air pada pori memerlukan waktu yang sangat lama. Penurunan yang disebabkan konsolidasi lebih besar beberapa kali dar penurunan elastik.














BAB II
TEORI PENURUNAN

2.1. Pengertian Penurunan Tanah
Bila suatu lapisan tanah mengalami pembebanan akibat beban di atasnya, maka tanah di dibawah beban yang bekerja tersebut akan mengalami kenaikan tegangan, ekses dari kenaikan tegangan ini adalah terjadinya penurunan elevasi tanah dasar (settlement). Pembebanan ini mengakibatkan adanya deformasi partikel tanah, relokasi partikel tanah, dan keluarnya air pori dari tanah yang disertai berkurangnya volume tanah. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya penurunan tanah.
Pada umumnya tanah, dalam bidang geoteknik, dibagi menjadi 2 jenis, yaitu tanah berbutir dan tanah kohesif. Pada tanah berbutir (pasir/sand), air pori dapat mengalir keluar struktur tanah dengan mudah, karena tanah berbutir memiliki permeabilitas yang tinggi. Sedangkan pada tanah kohesif (clay), air pori memerlukan waktu yang lama untuk mengalir keluar seluruhnya. Hal ini disebabkan karena tanah kohesif memiliki permeabilitas yang rendah.
Secara umum, penurunan dapat diklasifikasikan menjadi 3 tahap, yaitu :

Ø Immediate Settlement (penurunan seketika), diakibatkan dari deformasi elastis tanah kering, basah, dan jenuh air, tanpa adanya perubahan kadar air. Umumnya, penurunan ini diturunkan dari teori elastisitas. Immediate settlement ini biasanya terjadi selama proses konstruksi berlangsung. Parameter tanah yang dibutuhkan untuk perhitungan adalah undrained modulus dengan uji coba tanah yang diperlukan seperti SPT, Sondir (dutch cone penetration test), dan Pressuremeter test.
Ø Primary Consolidation Settlement (penurunan konsolidasi primer), yaitu penurunan yang disebabkan perubahan volume tanah selama periode keluarnya air pori dari tanah. Pada penurunan ini, tegangan air pori secara kontinyu berpindah ke dalam tegangan efektif sebagai akibat dari keluarnya air pori. Penurunan konsolidasi ini umumnya terjadi pada lapisan tanah kohesif (clay / lempung)
Ø Secondary Consolidation Settlement (penurunan konsolidasi sekunder), adalah penurunan setelah tekanan air pori hilang seluruhnya. Hal ini lebih disebabkan oleh proses pemampatan akibat penyesuaian yang bersifat plastis dari butir-butir tanah.


2.2.  Immediate Settlement – Penurunan Seketika
Penurunan seketika / penurunan elastic terjadi dalam kondisi undrained (tidak ada perubahan volume). Penurunan ini terjadi dalam waktu yang sangat singkat saat dibebani secara cepat. Besarnya penurunan elastic ini tergantung dari besarnya modulus elastisitas kekakuan tanah dan beban timbunan diatas tanah.

http://aryansah.files.wordpress.com/2011/05/settlement.png?w=300&h=199
http://aryansah.files.wordpress.com/2011/05/rumus-settlement.png?w=468
Dimana :
Sc = Immediate settlement
Δσ = Beban timbunan (kN/m2)
Es = Modulus elastisitas tanah
μs = Poisson’s Ratio
B = Lebar / diameter timbunan (m)
Ip = non-dimensional influence factor
Schleicher (1926) mendefinisikan factor Ip ini sebagai :
http://aryansah.files.wordpress.com/2011/05/rumus-influence-factor.png?w=300&h=44
Dimana m1 = L/B (panjang/lebar beban yang bekerja)

http://aryansah.files.wordpress.com/2011/05/influence-factor.png?w=300&h=158

2.3. Primary Consolidation – Konsolidasi Primer
Pada tanah lempung jenuh air, penambahan total tegangan akan diteruskan ke air pori dan butiran tanah. Hal ini berarti penambahan tegangan total (Δσ) akan terbagi ke tegangan efektif dan tegangan air pori. Dari prinsip tegangan efektif, dapat diambil korelasi :
Δσ = Δσ’ + Δu
Dimana :
Δσ’  =   penambahan tegangan efektif
Δu   =   penambahan tegangan air pori

Karena lempung mempunyai daya rembes yang sangat rendah dan air adalah tidak termampatkan (incompressible) dibandingkan butiran tanah, maka pada saat t = 0, seluruh penambahan tegangan, Δσ, akan dipikul oleh air (Δu = Δσ) pada seluruh kedalaman lapisan tanah.
Penambahan tegangan tersebut tidak dipikul oleh butiran tanah (Δσ’ = 0).Sesaat setelah pemberian penambahan tegangan, Δσ, pada lapisan lempung, air dalam pori mulai tertekan dan akan mengalir keluar. Dengan proses ini, tekanan air pori pada tiap-tiap kedalaman pada lapisan lempung akan berkurang secara perlahan-lahan, dan tegangan yang dipikul oleh butiran tanah keseluruhan (tegangan efektif / Δσ’) akan bertambah. Jadi pada saat 0 < t < ∞
Δσ = Δσ’+ Δu                   (Δσ’ > 0 dan Δu < Δσ)
Tetapi, besarnya Δσ’ dan Δu pada setiap kedalaman tidak sama, tergantung pada jarak minimum yang harus ditempuh air pori untuk mengalir keluar lapisan pasir yang berada di bawah atau di atas lapisan lempung.
Pada saat t = ∞, seluruh kelebihan air pori sudah hilang dari lapisan lempung, jadi Δu = 0. Pada saar ini tegangan total, Δσ, akan dipikul seluruhnya oleh butiran tanah seluruhnya (tegangan efektif, Δσ’). Jadi Δσ = Δσ’.
Berikut adalah variasi tegangan total, tegangan air pori, dan tegangan efektif pada suatu lapisan lempung dimana air dapat mengalir keluar struktur tanah akibat penambahan tegangan, Δσ, yang ditunjukan gambar dibawah.
http://aryansah.files.wordpress.com/2011/05/pore-water.png?w=210&h=300

Proses terdisipasinya air pori secara perlahan, sebagai akibat pembebanan yang disertai dengan pemindahan kelebihan tegangan air pori ke tegangan efektif, akan menyebabkan terjadinya penurunan yang merupakan fungsi dari waktu (time-dependent settlement) pada lapisan lempung. Suatu tanah di lapangan pada kedalaman tertentu telah mengalami tegangan efektif maksimum akibat beban tanah diatasnya (maximum effective overburden pressure) dalam sejarah geologisnya. Tegangan ini mungkin sama, atau lebih kecil dari tegangan overburden pada saat pengambilan sample.
Berkurangnya tegangan di lapangan tersebut bisa diakibatkan oleh beban hidup. Pada saat diambil, contoh tanah tersebut terlepas dari tegangan overburden yang telah membebani selama ini. Sebagai akibatnya, tanah tersebut akang mengalami pengembangan. Pada saat dilakukan uji konsolidasi pada tanah tersebut, suatu pemampatan yang kecil (perubahan angka pori yang kecil) akan terjadi bila beban total yang diberikan pada saat percobaan adalah lebih kecil dari tegangan efektif overburden maksimum (maximum effective overburden pressure) yang pernah dialami sebelumnya.
Apabila beban total yang dialami pada saar percobaan lebih besar dari maximum effective overburden pressure, maka perubahan angka pori yang terjadi akan lebih besar. Ada 3 definisi dasar yang didasarkan pada riwayat geologis dan sejarah tegangan pada tanah, yaitu :

Ø Normally consolidated (Terkonsolidasi secara normal), dimana tegangan efektif overburden saat ini merupakan tegangan maksimum yang pernah dialami oleh tanah selama dia ada.
Ø Overconsolidated, dimana tegangan efektif overburden saat ini lebih kecil daripada tegangan yang pernah dialami oleh tanag tersebut. Tegangan efektif overburden maksimum yang pernah dialami sebelumnya dinamakan tegangan prakonsolidasi. (preconsolidation pressure / PC).
Ø Underconsolidated, dimana tegangan efektif overburden saat ini belum mencapai maksimum, sehingga peristiwa konsolidasi masih berlangsung pada saat sample tanah diambil.

Ada 2 hal penting yang perlu diperhatikan dalam penurunan konsolidasi ini, yaitu :
1.     Besarnya penurunan yang terjadi.
2.     Kecepatan penurunan terjadi.


2.4. Secondary Consolidation – Konsolidasi Sekunder
Pada akhir konsolidasi primer (setelah tegangan air pori U = 0), penurunan pada tanah masih tetap terjadi sebagai akibat dari penyesuaian plastis butiran tanah. Tahapan konsolidasi ini dinamakan konsolidasi sekunder. Variasi angka pori dan waktu untuk penambahan beban akan sama seperti yang ditunjukkan pada gambar berikut.
http://aryansah.files.wordpress.com/2011/05/time-log-scale.png?w=300&h=214
Besarnya konsolidasi sekunder dapat dihitung dengan rumus :
http://aryansah.files.wordpress.com/2011/05/ss.png?w=468
dimana :
http://aryansah.files.wordpress.com/2011/05/ca.png?w=468
Ca =   Indeks pemampatan sekunder
Δe   =   Perubahan angka pori
t      =   Waktu
http://aryansah.files.wordpress.com/2011/05/ca1.png?w=468
ep  =   angka pori pada akhir konsolidasi primer
H  =   tebal lapisan lempung, m

Penurunan yang diakibatkan konsolidasi sekunder sangat penting untuk semua jenis tanag organic dan tanah anorganik yang sangat mampu mampat (compressible). Untuk lempung anorganik yang terlalu terkonsolidasi, indeks pemampatan sekunder sangat kecil sehingga dapat diabaikan.


DAFTAR PUSTAKA
1.Bowles, Joseph E, Foundation Analysis & Design, 5thedition, The McGraw HillCompanies, Inc, 1996.
2.Terzaghi. K., and R. Peck,Soil Mechanics in Engineering Practice,
John Wiley, andSons, 1948.
3.Mc Phail, Jennifer, et al., Evaluation of Consolidation Settlement Using TheSublayer Method,
 Electronic Journal of Geotechnical Engineering, 2000.
4.Hardiyatmo, Hary Christady,Mekanika Tanah 2, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama,1994.
5.Coduto, D.P.,Geotechnical Engineering Principles and Practices, Prentice-Hall,1994

sifat fisis agregat


Sifat Fisis Agregat

Agregat dengan kualitas dan sifat yang baik sangat dibutuhkan untuk lapisan permukaan.

Tabel 2.2 Persyaratan Sifat Fisis Agregat

No.
Sifat – Sifat Fisis
Syarat
1
Berat jenis agregat
Penyerapan
> 2,50
< 3% berat
2
Berat isi agregat
> 1,00 kg/dm3
3
Pelapukan (Soundness)
< 12% berat
4
Kelekatan agregat terhadap aspal
> 95% luas
5
Keausan
< 40% berat
Sumber : AASHTO (1990)

Persyaratan sifat fisis agregat untuk indeks kepipihan dan kelonjongan adalah < 25% berat.

a.      Berat jenis dan penyerapan agregat

Agregat dengan berat jenis kecil mempunyai volume yang besar sehingga membutuhkan jumlah aspal yang banyak. Nilai berat jenis yang disarankan adalah > 2,50 dan penyerapan < 3% berat.

Untuk penyerapan agregat hanya dilakukan pada agregat kasar karena nilai berat jenis agregat kasar dan halus tidak jauh berbeda.

Berat jenis agregat adalah perbandingan antara volume agregat dan berat volume air.

Pemeriksaan terhadap berat jenis agregat dapat dilakukan dengan 3 cara :

a.      Berat jenis (bulk spesific gravity)
b.      Berat jenis kering permukaan jenuh (saturated suturated surface dry  spesifific gravity).
     
c.      Berat jenis semu (apparent spesific gravity)
     
d.      Penyerapan (absorpsi)
     

b.      Berat isi agregat

Perbandingan berat agregat dengan isi wadah adalah berat isi agregat. Semakin besar berat isi agregat akan menghasilkan stabilitas yang tinggi serta dapat memberikan rongga antar butiran yang kecil.
Berat isi agregat tidak boleh lebih kecil dari 1 kg/dm3. Berat isi agregat didapat persamaan :

Berat isi agregat :
Dimana :
               W = berat benda uji (kg)
   V  = isi wadah (dm3)
c.       Pelapukan

Ketahanan agregat terhadap pelapukan (soundness) diuji rnelalui percobaan soundness dengan menggunakan larutan Magnesium sulfat (Mg2SO4).

Keawetan agregat untuk lapisan permukaan menunjukkan daya tahan agregat terhadap pengaruh cuaca. Nilai pelapukan (soundness) adalah < 12% dan dihitung dengan :

Nilai soundness = x 100%

d.      Kelekatan agregat terhadap aspal

Kelekatan agregat terhadap aspal dilakukan secara manual dengan memperhitungkan berapa persen luas agregat yang terselimuti aspal dan dilihat secara visual.

Nilai ini ditujukan untuk mengetahui daya adhesi dari batuan yang dipakai terhadap aspal, yang dipengaruhi oleh sifat mekanis dan sifat kimiawi dari agregat.

Kelekatan agregat terhadap aspal dalarn persentase luas permukaan tertutup aspal yang nilainya > 95% luas.

e.       Keausan

Ketahanan agregat terhadap kehancuran (degradasi) diperiksa dengan percobaan abrasi menggunakan mesin Los Angeles. Untuk bahan perkerasan pada lapisan permukaan nilai atrrasi adalah <  40% berat.

Pada nilai abrasi > 40% menunjukkan agregat tidak rnempunyai kekerasan yang cukup untuk digunakan sebagai bahan lapisan perkerasan.

Pemeriksaan untuk keausan agregat dihitung dengan persamaan :

Keausan = x 100%
Dimana :
a     =  berat benda uji awal (gr)
b     =  berat benda uji tertahan saringan
            no.12 (gr)

f. Indeks kepipihan dan kelonjongan

Indeks kepipihan adalah berat total agregat yang lolos slot dibagi dengan total agregat yang tertahan pada ukuran nominal tertentu.

Agregat berbentuk pipih adalah agregat yang lebih tipis dari 0,6 kali diameter rata-rata.

Agregat berbentuk pipih akan lebih mudah pecah pada waktu pencampuran, pemadatan ataupun akibat beban lalu lintas. Pemeriksaannya dihitung dengan persarnaan :

 x 100%

lndeks kelonjongan adalah perbandingan dalam persen dari berat agregat lonjong yang tertahan saringan no.12 terhadap berat total.

Agregat berbentuk lonjong akan menghasilkan agregat saling bersentuhan dengan luas bidang kontak yang besar sehingga menghasilkan daya penguncian yang besar pula dan tidak mudah tergelincir.

Untuk pemeriksaan indeks kelonjongan ukuran yang diisyaratkan adalah ukuran terpanjang lebih besar dari 1,8 kali diameter rata-rata. Pemeriksaannya dihitung dengan persamaan :

x 100%

Besar indeks kepipihan dan indeks kelonjongan adalah tidak boleh lebih besar dan 25% berat.

Pemeriksaan Sifat Fisis Agregat

l. Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan

Pemeriksaan ini berpedoman kepada ketentuan AASHTO T-85-74 yang bertujuan untuk menentukan berat jenis (bulk spesitic gravity), berat jenis kering permukaan jenuh (SSD), berat jenis semu (appearand spesific gravity) dan penyerapan (absorbsi). Peralatan yang digunakan adalah keranjang kawat yang berukuran diameter lubang 3,55 mm, berkapasitas 5 kg, saringan ukuran l9,l mm dan saringan no.4, tirnbangan dan oven.

2. Pemeriksaan berat isi agregat

Pemeriksaan ini berpedornan kepada ketentuan AASHTO T-19-74 yang bertujuan untuk mengetahui perbandingan berat agregat dengan isi wadah. Perneriksaan ini dilakukan dengan tiga cara yaitu berat isi lepas, berat isi goyangan dan berat isi penusukan, Peralatan yang digunakan adalah wadah baja selinder berdiarneter 149,6 mm, tinggi 175 mm, tongkat pemadat sepanjang 60 cm, timbangan dan oven.

3. Pemeriksaan keausan agregat (abrasi)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan agregat terhadap penghancuran (abrasi) dengan menggunakan mesin Los Angeles yang berpedornan pada AASHTO T-96-74. Alat yang digunakan adalah mesin Los Angeles yang terdiri dari selinder baja tertutup pada kedua sisinya berdiameter 71 cm dan panjang 50 cm, bola-bola baja berdiameter 4,68 cm dengan berat antara 390 - 445 gram, timbangan, oven dan saringan ukuran l9,l mm, 13,2 mm, 9,52 mm dan 1,7 mm (no.l2).

4. Pemeriksaan indeks kepipihan dan kelonjongan

Pemeriksaan ini berpedoman kepada ketentuan dari Material For Asphalt pavement (Japan International Cooperation Agency,1977) yang bertujuan untuk mengetahui persentase agregat yang berbentuk pipih dan lonjong. Alat yang digunakan adalah saringan ukuran l9,l mm dan 13,2 mm, timbangan, elongation gange (alat pengukur indeks kelonjongan) dan flaxiness gange (alat pengukur indeks kepipihan).

5.      Pemeriksaan kelekatan agregat terhadap aspal

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan persentase luas permukaan batuan yang terselimuti oleh aspal terhadap keseluruhan luas permukaan dengan nilai batas yang disyaratkan minirnum 95%, berpedoman pada AASHTO T-182-82. Alat yang dipergunakan adalah wadah untuk mengaduk aspal dan agregat, timbangan, pisau, pengaduk, gelas pengaduk berkapasitas 600 ml, saringan 13,2 mm dan 9,5 mm, termometer logam dan air suling.

6.      Pemeriksaan pelapukan (soundness)

Pemeriksaan ini berpedoman kepada ketentuan AASHTO T-104-77 yang bertujuan untuk memeriksa keawetan agregat menggunakan larutan Magnesium sulfat (Mg2SO4). Keawetan agegat didapat dengan rnembandingkan kehilangan berat setelah direndam dalam larutan Mg2SO4 terhadap berat semula, Alat yang digunakan adalah Saringan ukuran 13,2 mm dan 9,5 mm, gelas perendaman, magnesium sulfat (Mg2SO4), oven dan timbangan.